hadits dosa istri ditanggung suami

Dalamhadits yang lain, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga,. Dalam ajaran Islam, seorang isteri dilarang berpuasa sunnat kecuali dengan izin suaminya, apabila suami berada di rumahnya (tidak safar). Imam an-Nawawi berkata, "Hal ini karena suami mempunyai hak untuk "bersenang-senang Namunketaatan istri pada suami tidaklah mutlak. Jika istri diperintah suami untuk tidak berjilbab, berdandan menor di hadapan pria lain, meninggalkan shalat lima waktu, atau bersetubuh di saat haidh, maka perintah dalam maksiat semacam ini tidak boleh ditaati. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Dalamhadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan nilai dosa akibat menjadi pelopor maksiat, "Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka," (HR. Bersabda: " Setiap orang di antaramu adalah penanggung jawab dan setiap orang diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah penanggung jawab atas umatnya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang suami penanggung jawab atas keluarganya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang istri penanggung jawab atas rumah tangga suaminya (Bila suami pergi), ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya." Berikutini ulasan dosa istri terhadap suami yang menjerumuskan istri ke neraka : 1. Mengabaikan kedudukan suami sebagai pemimpin rumah tangga Ilustrasi () Rumah tangga dipimpin oleh suami dengan những câu chuyện khiến bạn phải khóc. Ilustrasi pasangan suami istri. Foto Freepik. Dalam kehidupan rumah tangga, selain harus memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing, penting juga untuk memahami dosa suami istri. Dosa suami istri adalah dosa yang dilakukan suami kepada istri atau sebaliknya. Banyak suami yang tidak menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan terhadap istrinya termasuk dosa di mata Allah SWT. Bahkan perbuatan tersebut sangat dibenci Allah dan dilarang keras oleh suami harus mampu menjadi pelindung, bertanggung jawab penuh, dan menjadi imam bagi istrinya. Ada beberapa cara untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan dicintai 0leh Allah SWT. Salah satunya dengan menghindari dosa-dosa kepada perilaku atau perbuatan yang digolongkan dosa suami terhadap istri menurut Al Quran yang perlu Suami terhadap Istri menurut Al QuranIlustrasi doa suami terhadap istri menurut Al Quran. Foto Freepik. Rizem Aizid dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap menyebutkan, ada beberapa perbuatan yang digolongkan menjadi dosa suami terhadap istri menurut Al Quran dan hadits, yaituMenjadikan istri sebagai pemimpin rumah tanggaIslam melarang wanita atau istri menjadi pemimpin rumah tangga. Tugas suami sebagai pemimpin keluarga telah ditegaskan dalam surat An Nisa ayat 34 yang berbunyiاَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًاArtinya Laki-laki suami itu pelindung bagi perempuan istri, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur pisah ranjang, dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, SAW juga dengan tegas melarang perbuatan ini. Hal tersebut disampaikan Abu Bakar bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.” HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’iOleh karenanya, jika ada seorang suami yang dengan sengaja atau tidak sengaja menjadikan istrinya sebagai pemimpin rumah tangga, misalnya dalam mencari nafkah, mengambil keputusan, dan lain-lain, maka ia telah melakukan dosa besar terhadap istri dengan tidak memberi nafkahKewajiban seorang suami terhadap istri setelah selesainya ijab kabul adalah memberi nafkah lahir dan batin. Bila di kemudian hari ia tidak memberikan nafkah, berarti ia telah menelantarkan istrinya. Hal tersebut digolongkan sebagai perbuatan durhaka dan terhitung sebagai dosa ini dijelaskan dalam penggalan surat Al Baqarah ayat 233. Allah SWT berfirmanيُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاArtinya Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari itu, Rasulullah SAW bersabda “Dan mereka para istri mempunyai hak diberi rizki dan pakaian nafkah yang diwajibkan atas kamu sekalian wahai para suami.’’ HR MuslimTidak memberi tempat tinggal yang nyamanSelain memberi nafkah, kewajiban suami terhadap istri adalah memberi tempat tinggal yang aman. Tempat tinggal tersebut harus jauh dari bahaya, ketakutan, intimidasi, teror, dan sebaliknya, hal itu dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan sang istri. Maka, termasuk dosa apabila suami tidak memberi tempat tinggal yang aman kepada istrinya. Seperti dijelaskan dalam surat At Thalaaq ayat 6اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗArtinya Tempatkanlah mereka para istri di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati doa suami terhadap istri menurut Al Quran. Foto Freepik. Mahar adalah hak istri yang diperoleh dari suami. Apabila suami mengulur-ulur pembayaran mahar dan melebihi batas waktu yang telah ditentukan bukan karena tidak mampu, maka suami telah berbuat dosa terhadap sabda Rasulullah SAW, “Siapa saja laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengabaikannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak tersebut, pada hari Kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasik.” HR. ThabraniMenarik mahar tanpa keridhaan istriAllah melarang suami meminta atau menarik kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa ayat 20-21وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًاArtinya Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Dan bagaimana kamu akan mengambil kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain sebagai suami istri. Dan mereka istri-istrimu telah megambil perjanjian yang kuat ikatan pernikahan dari kamu. Ustadz, apakah benar dosa istri atau anak itu ditanggung oleh suami? Misalkan dosa istri karena tidak memakai hijab? Kaidah secara umum yang disebutkan Allah dalam al-Quran adalah seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى Seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Pernyataan ini Allah sebutkan 4 kali dalam al-Quran, di surat al-An’am 164, al-Isra 15, Fathir 18, dan az-Zumar 7. Karena setiap jiwa menanggung amalnya sendiri-sendiri. Allah berfirman, كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ “Setiap jiwa tergadaikan dengan amalnya.” QS. al-Muddatsir 38. Termasuk maksiat yang dilakukan seseorang, dia sendiri yang akan menanggungnya. Bukan orang lain. Mendapat Cipratan Dosa Hanya saja, bisa saja orang mendapatkan cipratan dosa, karena maksiat yang dilakukan orang lain. Dan itu terjadi karena beberapa sebab. Diantaranya, Pertama, Menjadi pelopor maksiat Gara-gara keberadaan orang ini, masyarakat menjadi kenal maksiat. Atau semakin berani melakukan maksiat. Sehingga dia turut mendapatkan saham dosa dari semua orang yang terpengaruh dengannya dalam melakukan maksiat. Karena yang Allah catat dari kehidupan kita, tidak hanya aktivitas dan amalan yang kita lakukan, namun juga dampak dan pengaruh dari aktivitas dan amalan itu. Allah berfirman di surat Yasin, إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata Lauh Mahfuzh.” QS. Yasin 12 Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan nilai dosa akibat menjadi pelopor maksiat, مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْء “Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” HR. Muslim 2398. Orang ini tidak mengajak lingkungan sekitarnya untuk melakukan maksiat yang sama. Orang ini juga tidak memotivasi orang lain untuk melakukan perbuatan dosa seperti yang dia lakukan. Namun orang ini melakukan maksiat itu di hadapan banyak orang, sehingga ada yang menirunya atau menyebarkannya. Karena itulah, anak adam yang pertama kali membunuh, dia dilimpahi tanggung jawab atas semua kasus pembunuhan karena kedzaliman di alam ini. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا “Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya. Kedua, mengajak orang lain melakukan maksiat Dia mengajak masyarakat untuk bermaksiat, meskipun bisa jadi dia sendiri tidak melakukannya. Merekalah para juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan. Allah berfirman, menceritakan keadaan orang kafir kelak di akhirat, bahwa mereka akan menanggung dosa kekufurannya, ditambah dosa setiap orang yang mereka sesatkan, لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. QS. an-Nahl 25 Imam Mujahid mengatakan, يحملون أثقالهم ذنوبهم وذنوب من أطاعهم، ولا يخفف عمن أطاعهم من العذاب شيئًا Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. Tafsir Ibn Katsir, 4/566. Ayat ini, semakna dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا “Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya. Ketiga, Membiarkan kemunkaran terjadi di tengah keluarganya, padahal dia mampu mengingatkannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan kita untuk mengingkari kemungkaran yang ada di hadapan kita. Baik dengan tangan, lisan, atau minimal hatinya membenci. Dalam hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ “Siapa yang melihat kemungkaran hendaklah meluruskannya dengan tangannya, maka jika tidak sanggup hendaklah meluruskan dengan lisannya, jika tidak sanggup hendaklah dia meluruskan dengan hatinya dan ini adalah iman yang paling lemah.” HR. Muslim 49. Bagian dari pengingkaran terhadap kemungkaran itu adalah menjauhinya dan bergabung dengan pelaku kemungkaran. Allah ingatkan para hamba-Nya untuk tidak kumpul dengan orang munafiq, وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ “Sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan oleh orang-orang kafir, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sungguh jika kalian tidak menyingkir, berarti kalian serupa dengan mereka.” QS. an-Nisa 140 Allah sebut, orang yang ikut nimbrung bersama orang kafir atau orang munafiq dalam melakukan kekufuran dengan “jika kalian tidak menyingkir, berarti kalian serupa dengan mereka.” Al-Qurthubi mengatakan, فَدَلَّ بِهَذَا عَلَى وُجُوبِ اجْتِنَابِ أَصْحَابِ الْمَعَاصِي إِذَا ظَهَرَ مِنْهُمْ مُنْكَرٌ ؛ لِأَنَّ مَنْ لَمْ يَجْتَنِبْهُمْ فَقَدْ رَضِيَ فِعْلَهُمْ ، وَالرِّضَا بِالْكُفْرِ كُفْرٌ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلّ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ . فَكُلُّ مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسِ مَعْصِيَةٍ وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ يَكُونُ مَعَهُمْ فِي الْوِزْرِ سَوَاءً Ayat ini menunjukkan wajibnya menjauhi pelaku maksiat ketika mereka menampakkan kemungkaran. Karena orang yang tidak menjauhi kemungkaran mereka, berarti ridha dengan perbuatan mereka. Dan ridha dengan perbuatan kekufuran adalah kekufuran. Allah menegaskan, “Berarti kalian seperti mereka.” Sehingga semua yang duduk bersama di majlis maksiat, dan tidak menghingkarinya, maka dosa mereka sama. Tafsir al-Qurthubi, 5/418. Hubungan Suami, Istri dan Anak Ketika suami sebagai kepala rumah tangga, membiarkan istrinya atau putrinya bermaksiat, menampakkan aurat, maka kepala keluarga turut mendapatkan dosanya. Karena berarti dia menyetujui kemaksiatan yang dilakukan keluarganya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahkan memberikan ancaman keras bagi suami semacam ini, dan beliau sebut dengan gelar dayuts lelaki tanpa cemburu. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ Ada tiga orang yang tidak akan Allah lihat pada hari kiamat orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya lelaki, dan dayuts. HR. Ahmad 6180, Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth. Mengenai pengertian dayuts, dalam kamus al-Misbah dinyatakan, أن الديوث هو الرجل الذي لا غيرة له على أهله Dayuts adalah lelaki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap istrinya. al-Mishbah al-Munir, madah da – ya – tsa. Berbeda ketika suami telah mengingatkan istrinya atau putrinya untuk meninggalkan yang terlarang, sudah diberi peringatan, bahkan ancaman dan hukuman, namun mereka tetap melanggar, dan suami tidak bisa mengambil tindakan apapun, maka suami tidak menanggung dosa mereka. Sebagaimana ini yang terjadi pada Nabi Nuh dan Nabi Luth. Istri kedua orang soleh ini mengkhianati suaminya. Mereka turut dihukum oleh Allah, setelah Allah menyelamatkan kedua nabi-Nya – alaihis shalatu was salam. Wallahu a’lam. [] Sumber Konsultasi Syariah Lokasi halaman Beranda hadits koreksi hadits "BENARKAH SUAMI MENANGGUNG DOSA ISTRI?" By at 12/10/2016 Di sosial media sampai kini masih banyak tersebar tulisan sebagai berikut''Aku terima nikahnya si dia binti ayah si dia dengan Mas Kawinnya...'' Singkat, padat dan jelas. Tapi tahukah makna "perjanjian/ikrar'' tersebut ? ''Maka aku tanggung dosa2nya si dia dari ayah dan ibunya, dosa apa saja yg telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yg berhubungan dgn si dia, aku tanggung dan bukan lagi orang tuanya yg menanggung, serta akan aku tanggung semua dosa calon anak2ku''....Jika aku GAGAL? ''Maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku''.HR. MuslimBenarkah hadits ini??JAWAB 1Bismillahirrahmanirrahim,Saya mencoba merujuk kitab Shahih Muslim untuk menemukan penjelasan yang Anda sebutkan, tetapi saya tidak berhasil menemukannya. Bisa jadi kutipan itu salah, sangat besar kemungkinannya bukan bersumber dari hadits. Salah satu indikasinya adalah bahwa isinya tidak sejalan dengan tuntunan al-Qur’an. Al-Qur’an menginformasian kepada kita bahwa "Seseorang tidak menanggung dosa orang lain." Seorang ayah atau ibu tidak menanggung dosa anaknya, suami tidak menanggung dosa istrinya, istri tidak menanggung dosa suaminya. Masing-masing menanggung dosanya sendiri-sendiri. Ini kita pahami dari firman Allah Yaitu bahwa seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang sudah ia usahakannya. QS an-Najm [53] 38-39. Makna serupa juga kita dapatkan dalam QS al-Anâm [6] ayat 164, al-Isrâ’ [17] ayat 15, Fâthir [35] 18, dan az-Zumar [39] seorang suami berdosa apabila istrinya melakukan maksiat, memang, tetapi dosa itu bukanlah menanggung dosa kemaksiatan yang dilakukan oleh istrinya, tetapi lebih karena suami tidak membimbing dan mengarahkannya ke arah yang benar. Jika seorang suami sudah menasehati, sudah mengajarkan dasar-dasar agama, sudah pula melarang agar tidak berbuat maksiat, lalu sang istri tetap melakukan maksiat di luar pengetahuan suami, tentu dalam hal ini suami tidak berdosa. Dosa sepenuhnya menjadi beban situ dapat kita katakan misalnya dosa selingkuh yang dilakukan oleh seorang istri tanpa sepengetahuan suami menjadi tanggung jawab penuh sang istri. Tidak ditanggung oleh demikian, seseorang dinilai ikut bertanggung jawab dan berdosa atas perbuatan buruk orang lain kalau dia mempunyai peran dalam perbuatan ada orang meminta kepada kita untuk diantar ke rumah pelacur untuk berzina, misalnya, lalu kita mengantarnya, kita ikut berdosa. Dosa kita itu bukan karena zina yang dilakukan oleh orang tadi, tetapi karena kita berperan atau mempunyai andil membuat dia pergi ke tempat itu. Pada saat itu kita bisa memilih untuk mengantar atau tidak mengantarnya. Pilihan kita untuk mengantarnya itu yang membuat kita berdosa.Maka jika suami mengetahui dan membiarkan istrinya berselingkuh, maka suami juga ikut berdosa. Dosa suami itu bukan akibat perbuatan selingkuh sang istri, tetapi karena sang suami membiarkan istri yang menjadi tanggung jawabnya melakukan a'lamDijawab oleh M. Arifin - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'anJAWAB 2Setelah saya baca BM ini Dari awal hingga akhir, tampak jelas bagi kita bhwa lafazh kalimat2 yg tercantum di dalamnya bukanlah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan saya menduga, yg menyusunnya dan menisbatkannya kepada imam Muslim secara dusta adalah orang2 yg iseng dan tsb diatas bukan hadits, dan tidak ada di kitab Shahih a'lamAllahul musta'an.Dijawab oleh Ust. Muhammad Wasitho Abu Fawaz BERCERMIN DARI KISAH NABI TERDAHULUDalam kisah Nabi Luth alaihissallam dan Nabi Nuh alaihissallam, kita dapat melihat kisah tentang isteri mereka, adakah mereka beriman? Tidak! Ia dijelaskan dalam Quran. Adakah disebabkan mereka kufur, Nabi Luth dan Nabi Nuh yang menanggung dosa mereka? Adakah Nabi Luth dan Nabi Nuh akan diseret ke neraka oleh malaikat penjaga neraka dan menyiksa tubuhnya hingga hancur? Sudah tentu tidak! Ia menunjukkan bahwa dosa isteri mereka tidak ditanggung oleh kitab Riyadhus Shalihin, Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah berkata"Ketika surat As-Syu'ara 214 turun yang artinya "Dan berilah peringatan kepada kaum keluarga-mu yang dekat-dekat" lalu Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam mengundang kaum Quraisy, kemudian merekapun berkumpullah, undangan itu ada yang secara umum dan ada lagi yang khusus, lalu beliau bersabda"Hai Bani Ka'ab bin Luay, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Murrah bin Ka'ab, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Syams, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Manaf, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Hasyim, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdul Muththalib, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Fathimah - puteri Rasulullah shallallahu alahi wasallam., selamatkanlah dirimu dari neraka, karena sesungguhnya saya tidak dapat memiliki sesuatu untukmu semua dari Allah - maksudnya saya tidak dapat menolak siksa yang akan diberikan oleh Allah padamu, jikalau engkau tidak berusaha menyelamatkan diri sendiri dari neraka. Hanya saja engkau semua itu mempunyai hubungan kekeluargaan belaka - tetapi ini jangan diandal-andalkan untuk dapat selamat di akhirat. Saya akan membasahinya dengan airnya.” "Jika diperhatikan kata-kata Rasulullah kepada Fatimah. Baginda mengingatkan kepada anak perempuannya sendiri bahwa Baginda ayahnya tidak dapat menolak siksa Allah kepadanya, jikalau dia sendiri tak selamatkan dirinya. Hal ini bermakna, dosa masing-masing ditanggung oleh diri BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” HR. Al-Bukhari no. 107 dan Muslim no. 3Oleh karena itu, terkait dengan broadcast message BM atau pesan berantai yang disebar luaskan oleh sosial media terutama yang mengatas namakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam hendaknya kita selalu berhati-hati, jangan sampai kita termasuk orang yang ikut menyebarkan hadits palsu yang tentunya mengandung kemungkaran. Usahakan untuk selalu mengecek kebenaran sebelum kita a'lamSemoga bermanfaat Baca Juga Info Penting langganan artikel menerima tulisan, informasi dan berita untuk di posting menerima kritik dan saran, WhatsApp ke +62 0895-0283-8327 Membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawadah dan Warohmah menjadi tujuan dan cita-cita bagi semua pasangan suami istri. Namun, pastinya dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu dapat berjalan mulus sebab tentu cobaan dan juga rintangan selalu saja dapat hadir untuk itu diperlukan cara menjaga keharmonisan rumah tangga . Dalam rumah tangga sendiri terdapat perbedaan kedudukan tentunya baik bagi suami atau juga istri sebagaimana kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami . Namun istri memiliki posisi yang istimewa, terutama bagi mereka yang dapat menjadi ciri ciri istri sholehah, sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa كُلُّهَا مَتَاعٌ, وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الزَّوْجَةُ الصَّالِحَةُ“Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia yaitu istri yang shalihah”Sedangkan kedudukan kaum laki-laki dalam rumah tanggal dijelaksn dalam firman Allah SWT berikut ini “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” 4 34.Tanpa kita sadari dalam kehidupan keluarga tidak jarang para suami melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan Allah SWT dan telah melanggar hak-hak isterinya. Oleh karena itu perlu sekali para suami mengetahui perbuatan-perbuatan yang oleh islam dikategorikan sebagai tindakan dosa suami terhadap istri sebagaimana dosa yang tak terampuni adapun 13 Dosa Suami Terhadap Istri beserta Mengajarkan Ilmu AgamaPerbuatan pertama yang dapat masuk sebagai kategori perbuatan dosa suami terhadap istri adalah tidak mengajarkan ilmu agama kepada istri. Padahal sudah menjadi kewajiban suami untuk memelihara diri dan keluarga yang dipimpinnya dari perihnya azab kubur dan siksa neraka sebagaimana dalam Firman Allah SWT berikut.“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia & batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras & tidak mendurhakai Allah terhadap apa yg di perintahkan-Nya kepada mereka & selalu mengerjakan apa yang diperintakan,” QS. At-Tahrim6.2. . Tidak merasa Cemburu Dosa yang kedua adalah tidak merasa cemburu terhadap istri. Dalam rumah tangga sendiri sifat cemburu sangat diperlukan sebagai bumbu bumbu dalam cinta, namun tentu saja hal ini tidak diperbolehkan dilakukan dengan berlebihan. Berikut hadist yang menjelaskan mengenai hal ini “Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts,” An-Nasa’i dinilai hasan’ oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah 674.Ad-Dayyutsdayus adalah lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga/ Tidak Memberi NafkahSudah banyak contoh para suami yang tak malu menelantarkan istrinya tanpa uang nafkah atau uang belanja sama sekali, ini merupakan dosa yang luar biasa. Bayangkan seorang wanita yang telah rela meninggalkan kedua orangtuanya untuk hidup mengabdi pada suami, bahkan rela mengandung anak dan melahirkannya untuk sang suami, namun diperlakukan seperti binatang peliharaan yang terabaikan dengan tidak diberi nafkah lahir sebagaimana hukum suami pelit menfkahi istri . Sungguh suami telah berbuat dosa besar jika melakukan hal ini.”Rasululluah bersabda, seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya,” Dawud CD, Muslim, Ahmad, dan Thabarani.4. Membiarkan Istri Bekerja untuk Menafkahi SuamiSaat ini banyak istri yang memilih untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Namun hal ini tentu tidak bisa menjadi alasan bagi suami untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan rumah tangga dalam hal mencari nafkah. Terelbih lagi jika suami malah memilih bersantai leyeh leyeh dan membiarkan istri yang bekerja.”Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita,“ CD, Bukhari,Tirmidzi,dan Nasa’i.5. Memiliki Perasaan Benci Kepada IstriTentunya memiliki sifat benci terhadap istri merupakan salah satu bentuk dosa suami terhadap istri. Rasulullah telah mengingatkan akan hal ini melalui hadist berikut “Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya,” Muslim.6. Enggan Membantu Istri dalam Pekerjaan RumahTidak sedikit suami yang ogah membantu pekerjaan domestik rumah tangga, padahal Rasulullah sendiri telah mencontohkan untuk membantu istri dalam persoalan rumahan sekalipun.“Beliau Rasulullah membantu pekerjaan isterinya & jika datang waktu solat, maka beliau pun keluar untuk solat,” Bukhari.7. Menyebarluaskan Aib IstriAib istri tentu juga merupakan aib suami yang harus ditutupi, bukan yang harus disebarluaskan, sebab jika demikian maka suami telah melakukan dosa terhadap istri.“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya & isterinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia isterinya,” Muslim.8. Poligami Tanpa Mengindahkan SyariatIslam tidak melarang poligami, namun hal imi harus mengikuti syariat islam. Sebab jika dilakukan diluar syariat islam, maka hal ini merupakan dosa suami kepada istri.“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja,” An-Nisa 3.9. Menyakiti Istri Secara FisikMumukul, atau juga menyakiti istri secara fisik merupakan bentuk perbuatan dosa suami. Sebab wanita tentu merupakan kaum yang harus dilindungi. Selain merupakan perbuatan dosa, memukul dan menyiksa istri secara fisik juga merupakanj perbuatan yang melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman.“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya…” Ibnu Majah disahihkan oleh Syeikh Albani.10. Bersikap Buruk kapada Istri Sebaliknya Baik Terhadap Orang LainPadahal yang paling berhak menilai seseorang itu baik atau buruk bukanlah orang lain, melainkan pasangan kita sendiri.“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik–baik kalian adalah yang paling baik tehadap isteri-isterinya,” at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syeikh Albani.11. Meremehkan Kedudukan IstriSuami dan istri memang memiliki kedudukan yang berbeda, namun tentunya hal ini tidak lantas membuat suami meremehkan kedudukan istri. bahkan istri memiliki posisi yang istimewa, penghargaan Islam terhadap kaum wanita sebagaimana tersebut dalam hadits nabiاَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ حديث“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.12. Terburu Buru Mentalak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ، وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ، وَالرَّجْعَةُ.“Tiga hal yang bila dikatakan dengan sungguh-sungguh akan jadi dan bila dikatakan dengan main-main akan jadi pula, yaitu nikah, talak dan Tidak Setia Terhadap IstriKatakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”. [an-Nur/24 30-31].itulah tadi 13 Dosa Suami Terhadap Istri beserta dalilnya. Semoga artikel ini dapat membantu. KARENA sudah menikah, jika sang istri melakukan maksiat apa maksiatnya itu akan di tanggung oleh suami? Apa benar? Kaidah secara umum yang disebutkan Allah dalam al-Quran, “Seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain” Pernyataan ini Allah sebutkan 4 kali dalam al-Quran, di surat al-An’am 164, al-Isra 15, Fathir 18, dan az-Zumar 7. Karena setiap jiwa menanggung amalnya sendiri-sendiri. Allah berfirman, “Setiap jiwa tergadaikan dengan amalnya,” QS. al-Muddatsir 38. Termasuk maksiat yang dilakukan seseorang, dia sendiri yang akan menanggungnya. Bukan orang lain. Mendapat Cipratan Dosa Hanya saja, bisa saja orang mendapatkan cipratan dosa, karena maksiat yang dilakukan orang lain. Dan itu terjadi karena beberapa sebab. Diantaranya, Pertama, Menjadi pelopor maksiat Gara-gara keberadaan orang ini, masyarakat menjadi kenal maksiat. Atau semakin berani melakukan maksiat. Sehingga dia turut mendapatkan saham dosa dari semua orang yang terpengaruh dengannya dalam melakukan maksiat. Karena yang Allah catat dari kehidupan kita, tidak hanya aktivitas dan amalan yang kita lakukan, namun juga dampak dan pengaruh dari aktivitas dan amalan itu. Allah berfirman di surat Yasin, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata Lauh Mahfuzh,” QS. Yasin 12. Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan nilai dosa akibat menjadi pelopor maksiat, “Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka,” HR. Muslim 2398. Kedua, mengajak orang lain melakukan maksiat Dia mengajak masyarakat untuk bermaksiat, meskipun bisa jadi dia sendiri tidak melakukannya. Merekalah para juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan. Allah berfirman, menceritakan keadaan orang kafir kelak di akhirat, bahwa mereka akan menanggung dosa kekufurannya, ditambah dosa setiap orang yang mereka sesatkan, “Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan,” QS. an-Nahl 25. Imam Mujahid mengatakan, Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. Tafsir Ibn Katsir, 4/566. Ketiga, Membiarkan kemunkaran terjadi di tengah keluarganya, padahal dia mampu mengingatkannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan kita untuk mengingkari kemungkaran yang ada di hadapan kita. Baik dengan tangan, lisan, atau minimal hatinya membenci. Dalam hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang melihat kemungkaran hendaklah meluruskannya dengan tangannya, maka jika tidak sanggup hendaklah meluruskan dengan lisannya, jika tidak sanggup hendaklah dia meluruskan dengan hatinya dan ini adalah iman yang paling lemah.” HR. Muslim 49. Ini menunjukkan wajibnya menjauhi pelaku maksiat ketika mereka menampakkan kemungkaran. Karena orang yang tidak menjauhi kemungkaran mereka, berarti ridha dengan perbuatan mereka. Dan ridha dengan perbuatan kekufuran adalah kekufuran. Allah menegaskan, “Berarti kalian seperti mereka.” Sehingga semua yang duduk bersama di majlis maksiat, dan tidak menghingkarinya, maka dosa mereka sama. Tafsir al-Qurthubi, 5/418. Hubungan Suami, Istri & Anak Ketika suami sebagai kepala rumah tangga, membiarkan istrinya atau putrinya bermaksiat, menampakkan aurat, maka kepala keluarga turut mendapatkan dosanya. Karena berarti dia menyetujui kemaksiatan yang dilakukan keluarganya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahkan memberikan ancaman keras bagi suami semacam ini, dan beliau sebut dengan gelar dayuts lelaki tanpa cmburu. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ada tiga orang yang tidak akan Allah lihat pada hari kiamat orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya lelaki, dan dayuts. HR. Ahmad 6180, Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth. Mengenai pengertian dayuts, dalam kamus al-Misbah dinyatakan, Dayuts adalah lelaki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap istrinya. al-Mishbah al-Munir, madah da – ya – tsa. Berbeda ketika suami telah mengingatkan istrinya atau putrinya untuk meninggalkan yang terlarang, sudah diberi peringatan, bahkan ancaman dan hukuman, namun mereka tetap melanggar, dan suami tidak bisa mengambil tindakan apapun, maka suami tidak menanggung dosa mereka. Sebagaimana ini yang terjadi pada Nabi Nuh dan Nabi Luth. Istri kedua orang soleh ini mengkhianati suaminya. Mereka dihukum oleh Allah. [] Sumber konsultasi syariah

hadits dosa istri ditanggung suami